Nama : Imam Purwanto
1ID02
35414222
Ilmu Budaya
Dasar – (Cerpen Cinta Kasih)
Suatu
ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main
di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk
pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak
lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat
mencintai anak kecil itu.
Waktu terus
berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main
dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel.
Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini
bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu
“Aku bukan
anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin
sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”
Pohon apel
itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang……… tetapi kau boleh mengambil
semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli
mainan kegemaranmu.”
Anak lelaki
itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi
dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi.
Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari
anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
“Ayo
bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.
“Aku tak
punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus
bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah
kau menolongku?” Pohon apel itupun menjawab, “Duh, maaf aku pun tak memiliki
rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu.”
Kemudian anak
lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan
gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang,
tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian
dan sedih.
Pada suatu musim
panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita
menyambutnya.
“Ayo
bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel. “Aku sedih,” kata anak lelaki
itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan
berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh, maaf
aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya
untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang
diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon
apel itu.
Akhirnya,
anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf anakku,”
kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.” Kemudian
anak laki-laki itu menjawab, “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk
mengigit buah apelmu.”
“Aku juga
tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu. “Aku
benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel
itu sambil menitikkan air mata. “Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,”
kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat
lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali.
Tahukah kau,
akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat.
Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan
tenang. Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu
sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah
cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita
muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh
besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan
sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu
ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita
bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat
kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
http://forum.kompas.com/teras/46354-memahami-cinta-kasih-seorang-ibu-melalui-sebuah-cerita-sederhana.html
Aku
Dan Bintang
oleh:
Peterpan
Lihat ke langit luas
Dan semua musim terus
berganti
Tetap bermain awan
Merangkai mimpi dengan
khayalku
Selalu bermimpi dengan
hariku
Pernah kau lihat bintang
Bersinar putih penuh
harapan
Tangan halusnya terbuka
Coba temani, dekati aku
Selalu terangi gelap
malamku
Reff :
Dan rasakan semua bintang
Memanggil tawamu terbang
ke atas
Tinggalkan semua, hanya
kita dan bintang
Lintas ke langit luas
Bersama musim terus
berganti
Tetap bermain awan
merangkai mimpi dengan khayalku
selalu bermimpi dengan
hariku
Pernah kau lihat bintang
bersinar putih penuh
harapan
Tangan halusnya terbuka
coba temani dekati aku
selalu terangi gelap
malamku
Reff :
Dan rasakan semua bintang
Memanggil tawamu terbang
ke atas
tinggalkan semua
hanya kita dan bintang
Yang terindah meski
terlupakan
Dan selalu terangi dunia
Mereka-reka, hanya aku dan
bintang...
0 komentar:
Posting Komentar